Senin, 21 Januari 2013

I love you, dad....

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 05.45 1 komentar
Kadang nggak adil juga ya, ada hari ibu tapi kenapa nggak ada hari ayah. Padahal ayah juga sama berkorbannya dengan ibu saat membesarkan kita. Ayah yang bekerja keras buat memberikan yang terbaik untuk anaknya. Sama seperti ayah saya yang biasa saya panggil dengan sebutan papa. Akhir-akhir ini saya jadi sering mikir dan merenung betapa besar pengorbanan papa yang diberikan untuk saya. Flashback ke jaman kecil saya dulu. Papa orang yang berjasa bagi kehidupan saya. Papa selalu mengantar saya kemanapun. Dari TK sampai SMA kelas 1, papa selalu mengantar saya ke sekolah. Walaupun kadang saya ikut antar jemput sekolah. Belum lagi kalo ada kegiatan outing atau hangout bareng temen-temen, selalu papa yang ngantar. Kalaupun papa nggak bisa, ada supir yang siap mengantar kemanapun bahkan ke luar kota. Tapi sekarang keadaannya terbalik. Papa sudah tidak bisa nyetir kemana-mana kayak dulu lagi karena harus jaga kesehatan nggak boleh kecapekan. Alhasil anaknya lah yang gantian mengantar kemana-mana. Sebisa mungkin saya dan kakak laki-laki saya menyempatkan untuk mengantar papa, sebagai salah satu bentuk balas jasa anak kepada orang tuanya. Dulu waktu saya kelas 3 sampai 5 SD, hampir setiap minggu, saya dikirim sekolah untuk ikut lomba gambar. Papa nggak pernah absen mengantar saya lomba setiap minggunya. Dengan sabar mengantar, membelikan semua perlengkapan gambar yang tergolong nggak murah (spidol lukis jaman dulu Rp 10.000 per buah), menunggu hingga pengumuman lomba usai dan menenangkan saya kalo saya tidak menang lomba. Saya jadi geli sendiri kalo ingat ruang tamu rumah yang penuh lukisan gambar saya yang dipigura papa, padahal ada gambar jelek yang nggak selesai diwarnai dan tak layak pasang. Tapi saya salut, papa tetap menghargai karya anaknya bagaimanapun bentuknya. Nggak hanya gambar yang dipigura, tapi puisi dan cerpenpun ikut dipigura. Padahal nih, puisi sama cerpennya datar banget, polos seperti pikiran anak SD jaman dulu. Tapi itulah papa.. menghargai tanpa memilih. Waktu kecil saya nggak pernah diam dan selalu bertanya hal-hal yang menarik perhatian saya di sepanjang perjalanan, dan papa dengan sabar menjawab satu-per-satu pertanyaan yang saya ajukan. Bahkan saat perjalanan ke luar kota sekalipun. Seakan papa nggak pernah lelah menjawab pertanyaan anaknya yang mungkin terkesan nggak penting. Tapi sekarang, saya malah yang kadang lelah menjawab pertanyaan papa, males-malesan bales sms papa. Kalau inget gimana papa dulu ke saya jadi nggak pengen ngulangin sikap itu lagi. Maafin Sela ya pa.. Saya bangga dengan papa walaupun sekarang sudah pensiun. Paling tidak beliau menjalankan amanah terbaik selama menjabat dan tidak terlibat korupsi. Proyek yang dijalankan papa selalu on track dan tidak dimanipulasi, mungkin berbeda dengan rekan papa sesama pejabat dalam menjalankan program-programnya. Rezeki yang halal untuk keluarga selalu diutamakan. Papa mengajarkan kepada keluarganya untuk hidup sederhana. Menerima apa yang diberikan Allah dengan ikhlas. Papa memang dulu jarang memarahi saya. Papa tidak banyak ngomong, tapi sekalinya ngomong langsung mengena. Saya ingat pertama kali papa marah besar saat saya kuliah semester 1. Waktu itu keponakan saya memecahkan sunglasses kesayangan saya. Saya mendiamkan orang serumah selama 2 hari. Dan kagetnya, papa sms menyuruh saya untuk mengubah sikap saya karena papa tidak pernah mengajarkan itu kepada saya. Itu pertama kalinya papa menegur saya lewat sms dan bikin saya sadar kalau sikap saya itu salah besar. Ternyata papa menjalankan perannya untuk menjaga suasana keluarga menjadi kondusif. Ada peristiwa dimana saya merasa terpukul saat papa kena serangan stroke yang pertama kali. Saat itu saya kelas 1 SMA. Selain saya harus mandiri ke sekolah, saya dituntut untuk bisa semuanya sendiri. Ada hal-hal yang hilang sejak papa sakit. Kami sekeluarga tidak bisa lagi pergi ke mall setiap minggu, atau pergi ke luar kota untuk piknik bersama. Terkadang kami terpaksa meninggalkan papa sendiri di rumah saat kami ada acara ke luar kota. Ataupun kami lebih memilih malam minggu di rumah sekedar ngobrol atau nonton tv. Dalam hal makanan pun, kami berubah. Kami sekeluarga mulai makan dengan menu sehat seperti mengurangi gorengan, lebih banyak makanan yang direbus atau dikukus, makanan tanpa MSG dan garam. Rasanya jangan ditanya. Hambar kayak makanan rumah sakit. Tapi setelah bertahun-tahun mengkonsumsi menu sehat sekarang jadi terbiasa. Bahkan kalau saya makan di luar, rasanya nikmat banget dibanding makanan rumah. Heheehe. Terkadang saya iri dengan teman-teman saya yang papanya masih bisa diajak jalan-jalan atau bisa diandalkan dalam hal apapun. Tapi saya masih bersyukur dengan keadaan papa sekarang. Saya masih diberi kesempatan untuk bertemu papa, berbeda dengan beberapa teman saya yang sudah tidak punya papa. Saya masih diberi kesempatan untuk lebih berbakti dibanding yang lainnya.
Bersyukurlah teman-teman yang masih punya papa yang sehat dan energik. Namun suatu saat ada masanya dimana beliau hanya di rumah menunggu anak-anak dan cucunya mengunjungi beliau… Buat Papa Sela yang super, tetap sehat ya Pa… biar bisa nemenin Sela wisuda lagi, trus bisa jadi wali nikah Sela juga kelak dan masih bisa liat cucu-cucu papa yang tambah banyak. Sela akan berusaha buat bangga dan senang di masa tua papa.. I love you dad, forever..
 

Fisela Dewanti Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review