Rabu, 17 September 2014

Hijrah ke Solo

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 06.24 3 komentar

Sudah hampir dua tahun ini saya tinggal di Solo untuk meneruskan kuliah program transfer sarjana. Saya memilih meneruskan kuliah di Universitas Sebelas Maret (UNS) karena Undip kampus saya dulu sudah tidak membuka untuk program transfer. Sehingga saya harus hijrah ke Solo untuk dapat melanjutkan sekolah ke universitas negeri. Ya, UNS menjadi salah satu dari sedikit universitas negeri yang masih membuka program transfer untuk lulusan diploma. Sehingga banyak lulusan diploma dari berbagai universitas seperti Undip, UI, ITB, dan lainnya yang memilih untuk melanjutkan kuliahnya di UNS.   

Anak Kost
Selama di Solo, saya resmi jadi anak kos. Ini salah satu cara saya untuk belajar lebih mandiri. Cari makan sendiri, cuci baju sendiri, dan lain sebagainya. Untungnya di rumah, saya sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah sendiri jadi nggak terlalu kaget kalo harus jauh dari orang tua. Saya menikmati menjadi anak kost. Kebebasan penuh mengatur hidup dan apa yang akan saya lakukan semuanya diserahkan ke diri saya sendiri. Mau bangun pagi atau siang, mau makan terlambat atau on time itu terserah saya. Tapi kebebasan itu tidak berarti menjadikan saya terlena dengan malas-malasan. Justru ini jadi tolak ukur kontrol diri saya. Di situasi yang serba terserah ini mampu nggak saya menjadi lebih baik dibanding sebelum jadi anak kos. Ya.. tentunya harus lebih baik, karena proses ini nggak gratis, orang tua saya membayar tidak sedikit untuk ‘pembelajaran’ ini. Kesendirian di kost membuat saya mempunyai waktu lebih untuk merenung, berpikir, dan intropeksi diri. Hal yang jarang saya lakukan saat di rumah karena berbagai gangguan. Di sini, di kamar 3x3 ini, benar-benar “me time”. Tidak ada gangguan dari siapapun sehingga lebih konsentrasi jika mengerjakan tugas atau belajar. Saya beruntung mendapatkan kos seperti sekarang ini dengan biaya standar namun mendapat fasilitas yang memuaskan. Saya tidak perlu menambah banyak barang, di sana sudah disediakan kasur springbed, kipas angin (helikopter) besar, lemari gantung, plus cermin yang besar. Sesuai seperti yang saya inginkan sebelumnya. Kos Villa Bengawan Mas yang saya tinggali ini hanya 5 menit dari kampus namun sudah masuk wilayah Karanganyar. Ada yang bilang, kok jauh sih? Nggak ambil di belakang kampus aja yang deket kalo cari makan? Hhmm.. Saya lebih mengutamakan kenyamanan lingkungan, jauh dari mana-mana nggak masalah asal nyaman ditinggalin. Sepertinya ini mirip prinsip papa saya waktu cari rumah deh. Like father like daughter ceritanya. Hehe. 

Solo dan seluk beluknya 
Solo menjadi kota kedua saya setelah Semarang. Banyak hal baru yang saya dapatkan dari kota ini, mulai dari kuliner, budaya, dan sebagainya. Ternyata Kota Solo itu tidak begitu luas, diapit oleh beberapa kabupaten seperti Karanganyar dan Sukoharjo. Maka, Solo dan sekitarnya sering disebut Solo Raya. Lucunya, banyak orang yang mengaku berasal dari Solo. Ketika ditanya, Solonya mana? Ternyata dari Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali atau Wonogiri. Nama besar Solo jadi magnet bagi masyarakat Solo Raya rupanya.

Saya sangat enjoy keluar masuk terminal di Kota Solo. Padahal dulu saya nggak pernah naik bis sendiri kecuali bis executive, apalagi ke terminal. Terminal di benak saya dahulu adalah kawasan yang rawan, banyak copet dan segala macam kriminal. Namun berbeda dengan Terminal Tirtonadi Solo. Saat menginjakkan kaki pertama kali di Terminal Tirtonadi, kita sudah disambut dengan beberapa tukang becak yang ramah yang siap mengantarkan kita atau sekedar memberikan informasi yang kita butuhkan. Pertama kali saya ke Terminal Tirtonadi yaitu pada saat pendaftaran kuliah sekitar bulan September 2012. Terminal masih bangunan lama agak kotor dan kumuh. Tapi sekarang seperti bandara : rapi, bersih, tertata, modern, ber-AC, dan dilengkapi fasilitas yang baik. Menunggu bis bisa sambil nonton TV, minum ice blended, suhunya tidak bikin gerah, dan tergolong tidak ramai karena yang diperbolehkan masuk hanya penumpang. Semoga terminal di Indonesia bisa meniru Terminal Tirtonadi ini yang mulai berbenah.
Dari segi kulinernya, Solo sedikit berbeda dengan Semarang, walaupun jaraknya tergolong dekat. Misalnya masalah penyebutan nama makanan. Di Solo, bubur itu identik dengan bubur lemu atau bubur beras yang biasanya disajikan dengan sayur terik. Sedangkan bubur (manis) di Solo memiliki nama lain yaitu Jenang. Jenang yang dimaksud ya semacam bubur manis di Semarang seperti bubur mutiara, ketan hitam, bubur candil, dan lainnya. Mendengar istilah jenang untuk sebutan bubur memang membuat mengerutkan dahi. Lalu timbul pertanyaan, kalau jenang khas kudus disebut apa? Ya tetap jenang. Ohh begitu.. jadi jenang ada dua makna kalo di Solo ya..
Ada kejadian menarik saat saya membeli rujak di Solo. Hari itu cuaca panas, lalu saya kepikiran pengen makan rujak. Akhirnya saya ke salah satu tukang rujak di Solo. “Bu pesen rujak 1 yang pedes ya..” pinta saya. Si tukang rujak pun mulai membuatkan rujak pesenan saya. Saya amati, ibu tukang rujak kok memarut buah-buahan ya? padahal kan saya nggak pesan rujak parut/cacah. Lalu saya tanya, “Bu, kok rujaknya diparut? Yang dipotong2 biasa aja...”. Ibu tukang rujaknya jawab, “Lho ini kan rujak mbak.. kalo dipotong2 itu namanya lotis.” Oalahh.. ternyata kalau di Solo, rujak potong itu namanya lotis, sedangkan rujak parut itu disebut rujak. Akhirnya saya dibuatkan lotis, rujak yang saya pesan untungnya dibeli orang.
Menurut saya, Solo termasuk kota yang tenggang rasanya tinggi. Mereka sangat menghargai perbedaan dan budaya atau kebiasaan yang dianut oleh masing-masing orang. Misalnya diperbolehkan secara terang-terangan berjualan olahan daging babi dan anjing di Kota Solo. Berbeda dengan di Semarang, kuliner jenis ini masih dianggap tabu bagi sebagian orang sehingga belum banyak pedagang yang menjual kuliner tersebut. Kalau saya bilang, Solo itu non stop kuliner deh. 24 jam ada aja yang berjualan makanan. Bahkan ada yang berjualan makanan pada jam-jam unik seperti gudeg ceker mbak yus jam 10 malam atau gudeg ceker daerah Margoyudan jam 02.00 dini hari. Sebelum jam tersebut, jangan harap penjualnya mau melayani pembeli walaupun makanan sudah ditata rapi.
Yang bikin iri dari kota Solo adalah banyaknya event budaya yang digelar tiap tahunnya. Jadi tiap bulan ada beberapa agenda acara terkait budaya misalnya kirab 1 Suro, festival jenang, Solo Batik Carnival, Solo International Performing Art, Rock in Solo, dan masih banyak lagi. Kota Solo bisa dibilang surganya hiburan budaya. Nggak kalah sama Bali dan Jogja deh.
Oh ya, saya juga sempat merasakan hujan abu lho di Solo. Hujan abu terjadi saat Gunung Kelud di Jawa Timur erupsi pada 13 Februari 2014. Tengah malam jam setengah 12 udah kerasa ada dentuman keras seperti gemuruh geludug. Pas udah subuh, buka jendela kamar, kok tanamannya putih. Ahh paling ini efek saya nggak pake kacamata. Karena penasaran, saya pake kacamata, ehh bener tanamannya udah kayak kena salju gitu. Berasa di luar negeri pokoknya abu kecil-kecil jatih dari langit, atap rumah, tanaman, motor pun ikut putih semua berselimut debu vulkanik. Dalam keadaan kayak gitu, masih kepikiran buat ke kampus. Lewat salah satu sosial media, teman pada kasih info kalau jarak pandang di jalan udah terbatas, jalanan berdebu tebal, debu yang bertebaran bikin sesak napas. Pokoknya saat itu dihimbau untuk tetap berada di rumah aja. Bahkan provider telkomsel ikut kirim SMS yang intinya bagi warga kota Solo untuk tetap di rumah dan jika beraktivitas diluar diharap menggunakan masker. Olalaa, padahal saat itu hari Jumat, jadwalnya saya pulang kampung ke Semarang. Tapi berhubung keadaan genting seperti itu akhirnya memutuskan untuk menunda sehari untuk pulang. Dan sehari setelah itu, jalanan Solo seperti kota mati : sepi, pemandangan putih semua, sedikit aktivitas warga di luar, warung toko pada tutup. Saya seperti main di film perang, berada di kota yang habis dibumi-hanguskan oleh musuh. Dari kos menuju ke terminal saya senyum-senyum sendiri namun sedikit was-was. Masker yang saya pakai rangkap 3 dan pake jas hujan untuk menghindari debu menempel ke pakaian saya. Seminggu setelah itu, kota Solo ternyata belum juga bisa bersih dari debu. Dan kami sangaaattt merindukan hujan saat itu untuk meluluhkan debu. Kamar kos saya saja mau disapu dan dipel berapa kali juga nggak ngaruh, tetap saja ada debu vulkanik dimana-mana. Begitu hujan turun, alhamdulillah.... bersyukur banget. Padahal biasanya kita sebal ya kalo hujan turun. Begitu dikasih musibah dikit aja langsung ingat betapa nikmatnya karunia Allah lewat hujan. Subhanallah.
Last but not least, terima kasih Surakarta yang telah memberikan pengalaman dan pengetahuan kepada saya dengan aneka seluk-beluknya.... Solo the spirit of java.

Selasa, 31 Desember 2013

Duka saya di 2013

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 01.36 0 komentar
Nggak kerasa udah di penghujung tahun 2013. Ya, hari ini tepat 31 Desember 2013, dan besok udah tahun 2014. Nggak tahu kenapa, saya termasuk orang yang tidak begitu antusias untuk menyambut tahun baru (masehi) dengan perayaan yang biasanya dilakukan kebanyakan orang. Saya lebih memilih di rumah sambil merenung dan evaluasi diri. Sedih rasanya kalo banyak resolusi yang belum kesampaian, tapi bikin semangat juga untuk meraih lebih baik lagi di tahun berikutnya. Bisa dibilang, tahun 2013 ini adalah tahun penuh duka bagi keluarga saya, karena pada tanggal 27 mei 2013 kemarin, papa meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Ujian terberat bagi keluarga saya yang harus dihadapi dengan ikhlas dan tabah. Bagaimanapun juga ini sudah takdir Allah yang terbaik untuk papa dan semuanya. Papa sudah 7 tahun lamanya menderita sakit stroke. Berbagai pengobatan sudah dicoba. Keluar masuk rumah sakit sudah tidak terhitung. Terakhir kali, papa masuk rumah sakit kurang dari 24 jam, dan itu membuat saya dan keluarga kaget. Kami pikir papa bisa terbangun dari komanya, lalu perlahan pulih dan bisa pulang ke rumah lagi seperti biasanya. Dulu kalo kondisi drop, papa mondok di rumah sakit sekitar seminggu, bed rest, terapi jalan lalu pulih lagi. Namun bulan Mei 2013 kemarin rupanya papa sudah tidak tahan hingga koma. Dua minggu sebelum papa meninggal, beliau sering mengeluh pusing, vertigo. Hingga hari minggu 26 Mei 2013 itu fisik papa terlihat sangat lemah sekali. Setelah maghrib beliau dibawa ke RS Kariadi. Biasanya kalo mau ke rumah sakit, papa jalan dan masuk mobil sendiri, tapi yang terakhir kemarin papa dibopong 3 orang, termasuk tetangga dan kakak saya. Keluarga saya ikut mengantar ke RS tapi saya disuruh untuk jaga rumah. Sampai malam, mama ngabarin kalo papa lagi di city scan dan diambil darahnya. Papa masih kuat mengikuti pemeriksaan dan baru jam 1 malam diperbolehkan istirahat di kamar RS. Saya lega dan bisa tidur pulas. Paginya saya bangun dan sholat subuh. Di saat berdoa, saya mencium wangi parfum papa sebanyak 2x. Saya tersenyum dan membayangkan papa bersiap untuk sholat jumat, karena papa pakai parfum ketika hendak sholat jumat saja. Kemudian saya melanjutkan untuk mendoakan papa tanpa berpikir macam-macam. Setelah itu, saya berniat melanjutkan mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan hari selasa. Namun di tengah-tengah mengerjakan tugas kuliah, mama memberi kabar kalau papa sudah tidak sadar. Pikiran saya kalut, tugas kuliah saya tinggal, lalu bersiap-siap menyusul ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit, papa benar-benar tidak sadar. Saya bisikkan ke telinga papa, “pa, ini sela.. papa cepet sembuh ya..”. Saya cium kedua pipi papa. Tapi papa tidak merespon sama sekali. Setelah sholat dhuhur, saya bacakan surat ar-rahman sambil memegang tangan papa. Lagi-lagi papa tidak merespon. Papa baru merespon saat disuntik oleh perawat. Tangan papa gerak seperti kesakitan. Tapi saya senang ada respon gerakan dari papa. Sekitar jam 2 siang, perawat memberi papa minum susu lewat selang. Setengah jam kemudian, papa muntah. Anehnya, muntahan yang keluar bukan warna putih seperti susu tapi hijau dan baunya seperti jamu. Saya agak jengkel sama perawat karena memberikan susu yang bikin papa muntah. Sorenya, saya minta perawat untuk memandikan papa karena seharian belum ganti baju. Setelah mandi, papa belum juga bangun. Alat pantau papa bunyi, kata perawat alatnya sedikit eror karena ada satu item yang tidak terdeteksi. Namun sekitar jam setengah 5 sore, detak jantung papa melebihi batas normal. Saya menyentuh dada papa dan merasakan kencangnya detak jantung papa. Bahkan saya sempat godain papa, "papa habis lari-lari ya,, kok deg2an?" ujar saya sambil tersenyum. Tapi beberapa menit kemudian detak jantungnya lemah, di layar terlihat hampir garis lurus. Ya Allah... saya lari dan mulai membisikkan kalimat Allah ke telinga papa. Allahuakbar.... Lailahailallah... Astaugfirullahaladzim... Subhanallah... begitu seterusnya. Bahkan saya terus membisikkan itu saat di layar hanya terlihat garis lurus saja. Saya berharap detak jantung papa kembali berdenyut. Tapi ternyata tidak. Mama bilang, “papa sudah kondur dek..”. Saya langsung memeluk mama yang hampir pingsan. Di situ hanya ada saya, mama, mbak unik (temen mama), dan teman voli papa. Saya mencoba kuat dan telepon keluarga saya kalo papa sudah tidak ada. Saya juga dimintai persetujuan sebanyak 3x untuk melakukan tindakan pacu jantung pada papa. Setelah saya diminta persetujuan ketiga, saya bilang, “sudah.. ini tindakan terakhir!”. Saya nggak tega papa terus2an dipacu. Saya duduk di koridor sambil terus ngabarin keluarga dan tetangga. Keluarga dan tetangga yang awalnya datang membesuk, saya kabarin berita duka itu. Mereka semua kaget dan mulai membantu mempersiapkan semuanya. Saya baru ingat ternyata saya masih dalam keadaan berpuasa padahal itu sudah masuk waktu magrib. Ternyata saya masih kuat berpuasa dengan keadaan genting seperti itu. Saya bangga bisa membacakan ayat al-quran dalam keadaan berpuasa saat papa masih koma dan membisikkan kalimat Allah di telinga kanan saat detik-detik terakhir papa. Saya baru sadar, ini toh alasan papa ngotot menyekolahkan saya dari TK sampai SMP di sekolah islam, berapapun biayanya. Kemudian saya ikut memandikan papa, membedaki papa, menyolati hingga mengantarkan papa ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Kematian memang rahasia Allah. Ternyata bau wangi parfum papa saat sholat subuh itu pertanda beliau pamit.. pertanda sebenarnya beliau sudah ada di depan saya. Dan mimpi-mimpi saya tentang kepergian papa memang benar-benar terjadi. Saya jadi ingat, tanggal 21 Mei 2013 sebelum kepergian papa, saya sms : “pa, cepet sembuh ya.. Sela doain dari sini. Jangan kebanyakan pikiran ya pa.. istirahat yang cukup. Sela sayang papa.” Dan papa balasin, “iya terima kasih, semoga terkabul.” Lalu saya menyadari, itu sms terakhir dari papa. Sekarang saya cuma bisa ketemu papa lewat mimpi. Setiap mimpi ketemu papa, papa terlihat sehat, segar dan selalu tersenyum. Bahkan saat saya demam sampai menggigil kedinginan sendirian di kos tengah malam, saya mimpi ketemu beliau. Papa cuma bilang, "udah gapapa dek..sebentar lagi sembuh kok."kata papa sambil tersenyum. setelah itu saya langsung terbangun dan pegang dahi saya ternyata sudah turun demamnya dan tidak menggigil lagi. Hhmm, ternyata papa masih memantau anaknya dari sana. hehehee... :). Untuk Papa Djoko Purwanto bin Noeriman, semoga diampuni segala dosanya, dilapangkan kuburnya, diberi tempat terbaik di sisi Allah bersama orang-orang yang beriman, serta diberi kebahagiaan di alam kubur maupun akhirat kelak. Sela selalu berdoa untuk papa...Tenang di sana ya pa...

Sabtu, 13 Juli 2013

Innalilahi Papa....

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 21.43 0 komentar
Belum kuat untuk menulis ungkapan hati, namun ada tulisan mama saya di salah satu sosial media yang mewakili ungkapan hati saya... Berikut tulisan beliau... Baru bisa nulis sesuatu : Senin 27 mei 2013 jam 4 sore setelah kau selesai mandi dan dibersihin... wangi, ternyata 30' kemudian ada sesuatu yang kau muntahkan, dan memang itu artinya kotoran yang seharusnya kau keluarkan Papa... agar dalam perjalananmu menuju tempat yang 'INDAH' menjadi bersih dari kotoran dan dosa... Setelah itu Allah memerintahkan kepada malaikat Izroil... jalan itu pelan-pelan... mulai dari kaki kemudian tangan, dn hilanglah sebagian angka di monitor... setelah itu tekanan darah menjadi tinggi dan alat monitor berbunyi terus dan terus... tut.. tut... tut, kupanggil suster dan suster serta dokter mendampingi papaku, namun aku tetap disampingmu... ditelingamu slalu kubisikkan kalimat2 toyyibah subhanallah.. alhamdulillah la ila haillallah..allahu akbar... terus dan terus Allah...Allah.... setelah itu selesailah tugas Izroil membawa Ruhmu.... dengan tanda di denyut janung monitor bergaris luruuussssssss Innalillahi Wainna ilaihi rojiun... Almarhum Bapak Djoko Purwanto bin Noeriman telah berpulang ke Rahmatullah, dengan Khusnul Khotimah.... Selamat jalan suamiku... papanya Adith dan Sella serta eyang kakungnya Alifa dan Zidni, semoga di surga nanti kita bisa bertemu kembali dan REUNI,amiinnn... dan kini air mata kembali menetes saat kutulis status ini, terkadang ujian terasa berat hingga diri ini tertunduk dan menangis.... tapi bila direnungkan kembali mungkin air mata ini hadir karena DIA mau menjahit kembali iman yang kian terkoyak, untuk bisa bersyukur..... MENGAPA TERASA SETELAH ADA YANG HILANG.... kETAHUILAH : Hidup adalah untuk mencari bekal.... hanya bersyukur... ikhlas dan selalu Istiqomah, itu saja !! ---------------------------------------------------------------------------- Ramadhan tahun ini : 1434 H tanpamu papa.... Namun diri ini telah siap dan tetap melayani anak-anak... untuk Saur dan Buka Puasa, untuk anak-anakku yang soleh dan solekhah doamu selalu ditunggu.....

Senin, 21 Januari 2013

I love you, dad....

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 05.45 1 komentar
Kadang nggak adil juga ya, ada hari ibu tapi kenapa nggak ada hari ayah. Padahal ayah juga sama berkorbannya dengan ibu saat membesarkan kita. Ayah yang bekerja keras buat memberikan yang terbaik untuk anaknya. Sama seperti ayah saya yang biasa saya panggil dengan sebutan papa. Akhir-akhir ini saya jadi sering mikir dan merenung betapa besar pengorbanan papa yang diberikan untuk saya. Flashback ke jaman kecil saya dulu. Papa orang yang berjasa bagi kehidupan saya. Papa selalu mengantar saya kemanapun. Dari TK sampai SMA kelas 1, papa selalu mengantar saya ke sekolah. Walaupun kadang saya ikut antar jemput sekolah. Belum lagi kalo ada kegiatan outing atau hangout bareng temen-temen, selalu papa yang ngantar. Kalaupun papa nggak bisa, ada supir yang siap mengantar kemanapun bahkan ke luar kota. Tapi sekarang keadaannya terbalik. Papa sudah tidak bisa nyetir kemana-mana kayak dulu lagi karena harus jaga kesehatan nggak boleh kecapekan. Alhasil anaknya lah yang gantian mengantar kemana-mana. Sebisa mungkin saya dan kakak laki-laki saya menyempatkan untuk mengantar papa, sebagai salah satu bentuk balas jasa anak kepada orang tuanya. Dulu waktu saya kelas 3 sampai 5 SD, hampir setiap minggu, saya dikirim sekolah untuk ikut lomba gambar. Papa nggak pernah absen mengantar saya lomba setiap minggunya. Dengan sabar mengantar, membelikan semua perlengkapan gambar yang tergolong nggak murah (spidol lukis jaman dulu Rp 10.000 per buah), menunggu hingga pengumuman lomba usai dan menenangkan saya kalo saya tidak menang lomba. Saya jadi geli sendiri kalo ingat ruang tamu rumah yang penuh lukisan gambar saya yang dipigura papa, padahal ada gambar jelek yang nggak selesai diwarnai dan tak layak pasang. Tapi saya salut, papa tetap menghargai karya anaknya bagaimanapun bentuknya. Nggak hanya gambar yang dipigura, tapi puisi dan cerpenpun ikut dipigura. Padahal nih, puisi sama cerpennya datar banget, polos seperti pikiran anak SD jaman dulu. Tapi itulah papa.. menghargai tanpa memilih. Waktu kecil saya nggak pernah diam dan selalu bertanya hal-hal yang menarik perhatian saya di sepanjang perjalanan, dan papa dengan sabar menjawab satu-per-satu pertanyaan yang saya ajukan. Bahkan saat perjalanan ke luar kota sekalipun. Seakan papa nggak pernah lelah menjawab pertanyaan anaknya yang mungkin terkesan nggak penting. Tapi sekarang, saya malah yang kadang lelah menjawab pertanyaan papa, males-malesan bales sms papa. Kalau inget gimana papa dulu ke saya jadi nggak pengen ngulangin sikap itu lagi. Maafin Sela ya pa.. Saya bangga dengan papa walaupun sekarang sudah pensiun. Paling tidak beliau menjalankan amanah terbaik selama menjabat dan tidak terlibat korupsi. Proyek yang dijalankan papa selalu on track dan tidak dimanipulasi, mungkin berbeda dengan rekan papa sesama pejabat dalam menjalankan program-programnya. Rezeki yang halal untuk keluarga selalu diutamakan. Papa mengajarkan kepada keluarganya untuk hidup sederhana. Menerima apa yang diberikan Allah dengan ikhlas. Papa memang dulu jarang memarahi saya. Papa tidak banyak ngomong, tapi sekalinya ngomong langsung mengena. Saya ingat pertama kali papa marah besar saat saya kuliah semester 1. Waktu itu keponakan saya memecahkan sunglasses kesayangan saya. Saya mendiamkan orang serumah selama 2 hari. Dan kagetnya, papa sms menyuruh saya untuk mengubah sikap saya karena papa tidak pernah mengajarkan itu kepada saya. Itu pertama kalinya papa menegur saya lewat sms dan bikin saya sadar kalau sikap saya itu salah besar. Ternyata papa menjalankan perannya untuk menjaga suasana keluarga menjadi kondusif. Ada peristiwa dimana saya merasa terpukul saat papa kena serangan stroke yang pertama kali. Saat itu saya kelas 1 SMA. Selain saya harus mandiri ke sekolah, saya dituntut untuk bisa semuanya sendiri. Ada hal-hal yang hilang sejak papa sakit. Kami sekeluarga tidak bisa lagi pergi ke mall setiap minggu, atau pergi ke luar kota untuk piknik bersama. Terkadang kami terpaksa meninggalkan papa sendiri di rumah saat kami ada acara ke luar kota. Ataupun kami lebih memilih malam minggu di rumah sekedar ngobrol atau nonton tv. Dalam hal makanan pun, kami berubah. Kami sekeluarga mulai makan dengan menu sehat seperti mengurangi gorengan, lebih banyak makanan yang direbus atau dikukus, makanan tanpa MSG dan garam. Rasanya jangan ditanya. Hambar kayak makanan rumah sakit. Tapi setelah bertahun-tahun mengkonsumsi menu sehat sekarang jadi terbiasa. Bahkan kalau saya makan di luar, rasanya nikmat banget dibanding makanan rumah. Heheehe. Terkadang saya iri dengan teman-teman saya yang papanya masih bisa diajak jalan-jalan atau bisa diandalkan dalam hal apapun. Tapi saya masih bersyukur dengan keadaan papa sekarang. Saya masih diberi kesempatan untuk bertemu papa, berbeda dengan beberapa teman saya yang sudah tidak punya papa. Saya masih diberi kesempatan untuk lebih berbakti dibanding yang lainnya.
Bersyukurlah teman-teman yang masih punya papa yang sehat dan energik. Namun suatu saat ada masanya dimana beliau hanya di rumah menunggu anak-anak dan cucunya mengunjungi beliau… Buat Papa Sela yang super, tetap sehat ya Pa… biar bisa nemenin Sela wisuda lagi, trus bisa jadi wali nikah Sela juga kelak dan masih bisa liat cucu-cucu papa yang tambah banyak. Sela akan berusaha buat bangga dan senang di masa tua papa.. I love you dad, forever..

Selasa, 04 September 2012

Jilbab Pertamaku

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 07.30 1 komentar
Setiap 4 September diperingati sebagai World Hijab Day alias hari hijab sedunia. Jadi ingat saat pertama kali saya memutuskan untuk memakai jilbab. Keinginan untuk berjilbab sudah lama sekali sebenarnya. Hanya sekedar keinginan tanpa realisasi. Sekian lama saya berpikir, memahami arti serta perintah berhijab, mendengar dan membaca referensi muslimah yang sudah duluan berhijab. Alhamdulillah, tepat hari Senin, 17 Januari 2011 saya memutuskan untuk berhijab atau berjilbab. Pagi itu sebelum berangkat kuliah, saya dandan lama sekali. Setengah jam saya bercermin untuk memantaskan diri memakai jilbab yang benar. Saya kenakan jilbab berwarna hitam dipadu dengan baju warna merah. Kenapa merah? selain merah adalah warna favorit saya, selain itu juga saya jadi lebih pede dengan apapun komentar teman-teman nanti di kampus. Bismillah.. Saya mulai buka pintu kamar. Orang yang pertama kali melihat saya berjilbab adalah mama saya. Mama langsung memeluk saya dan mengucap syukur. “Selamat ya dek.. semoga istiqomah…”kata mama sambil tersenyum. Keinginan mama tercapai sudah. Saya jadi merasa bersalah ketika dulu saat masuk SMA, mama sudah membelikan saya kain seragam yang agak panjang untuk siswa berjilbab. Tapi saya menolak dibuatkan seragam yang panjang. Dulu saya agak bandel sehingga memilih untuk memakai seragam kemeja junkies dan rok hipster selutut. Saya benci dipaksa dan mama mengerti itu. Dan akhirnya saya berjilbab dengan keinginan sendiri, tanpa paksaan dari siapapun. Setelah pamitan sama mama, saya pergi ke kampus. Begitu mencopot helm di parkiran, sahabat saya, Juli, terkaget-kaget menatap saya dengan heran. ”Ini beneran Sela nggak sih? Kamu beneran pake jilbab sekarang?” tanya Juli sampai nggak kedip menatap saya. ”Iya alhamdulillah, doakan ajaa bisa istiqomah.”jawab saya sambil dandan di spion. Juli langsung memeluk dan mengucapkan selamat ke saya. Setelah itu, perlahan saya memasuki kampus. Semua teman-teman saya heran melihat penampilan baru saya dan mengucapkan selamat ke saya. Perasaan ini bukan hari ulang tahun saya, tapi kok banyak yang ngucapin selamat ya?!. Pertanyaan yang muncul yang sudah saya prediksi sebelumnya, ”kok bisa Sel memutuskan berjilbab? Dapat hidayah darimana?” Nah..nah.. saya jawab dengan senyuman dan jawaban singkat aja, terus ditutup dengan kalimat ”kapan nih mau nyusul berjilbab?”... pada langsung ngacir kalo ini. Heheee. Semenjak berjilbab, saya menjadi lebih tenang. Urusan dan keinginan saya lebih dimudahkan sama Allah. Untuk urusan rezeki, saya pasrah sama Allah. Awalnya saya banyak menolak tawaran model yang dulu saya jalani karena saya sudah berjilbab. Mereka semua menghormati keputusan saya. Alhamdulillah, rezeki malah semakin berlipat semenjak saya berjilbab. Inilah rahasia Allah yang tidak pernah disangka-sangka oleh manusia. Setelah setahun lebih ini saya berjilbab, saya masih jauh dari sempurna. Saya belum mampu memakai busana sesuai yang disyariatkan seperti tidak ketat, tidak menyerupai laki-laki alias memakai rok, dan lain sebagainya. Semoga seiring berjalannya waktu, saya dapat memenuhi itu semua. Amin. Oh ya, Jilbab itu bikin cantik luar dalam lhoo, percaya deh ! Happy World Hijab Day...

Minggu, 29 April 2012

Fizana By Paradise

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 08.14 0 komentar
Saya semakin bangga dengan munculnya para desainer yang merancang baju-baju untuk muslimah. Sekarang ini banyak produk fashion yang didesain untuk hijaber alias muslimah yang menggunakan jilbab. Salah satu produk moslem wear yang baru saja dilaunching ke publik adalah produk Fizana By Paradise. Yups, Sabtu, 17 Maret 2012 kemarin produk tersebut 'dipamerkan' ke masyarakat. Di bawah ini beberapa koleksi Fizana By Paradise.

Selasa, 06 Desember 2011

Keponakan baru (lagi)

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 18.56 0 komentar


Nambah satu ponakan lagi di tahun ini. Namanya Zidni Afif Izzudin,panggilannya Zidni. Lahir 26 Juni 2011 kemarin. Sekarang umurnya udah hampir 6 bulan. Udah bisa tengkurap dan teriak2 ga jelas. Gemes kalo ngeliat dia, pengennya nyubit pipinya yang gembul itu. Hhm, genap sudah dua ponakan yang meramaikan hariku. Yang satu umur 3 tahun, yang satu umur 5 bulan lebih. Main-main sama ponakan bikin terhibur, tapi kadang juga jengkelin sih kalo rewel ato bawel terus. Tapi intinya seneng ngeliat perkembangan mereka. Bisa jadi referensi kalo punya anak nanti. Hahaa.
 

Fisela Dewanti Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review