Selasa, 31 Desember 2013

Duka saya di 2013

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 01.36 0 komentar
Nggak kerasa udah di penghujung tahun 2013. Ya, hari ini tepat 31 Desember 2013, dan besok udah tahun 2014. Nggak tahu kenapa, saya termasuk orang yang tidak begitu antusias untuk menyambut tahun baru (masehi) dengan perayaan yang biasanya dilakukan kebanyakan orang. Saya lebih memilih di rumah sambil merenung dan evaluasi diri. Sedih rasanya kalo banyak resolusi yang belum kesampaian, tapi bikin semangat juga untuk meraih lebih baik lagi di tahun berikutnya. Bisa dibilang, tahun 2013 ini adalah tahun penuh duka bagi keluarga saya, karena pada tanggal 27 mei 2013 kemarin, papa meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Ujian terberat bagi keluarga saya yang harus dihadapi dengan ikhlas dan tabah. Bagaimanapun juga ini sudah takdir Allah yang terbaik untuk papa dan semuanya. Papa sudah 7 tahun lamanya menderita sakit stroke. Berbagai pengobatan sudah dicoba. Keluar masuk rumah sakit sudah tidak terhitung. Terakhir kali, papa masuk rumah sakit kurang dari 24 jam, dan itu membuat saya dan keluarga kaget. Kami pikir papa bisa terbangun dari komanya, lalu perlahan pulih dan bisa pulang ke rumah lagi seperti biasanya. Dulu kalo kondisi drop, papa mondok di rumah sakit sekitar seminggu, bed rest, terapi jalan lalu pulih lagi. Namun bulan Mei 2013 kemarin rupanya papa sudah tidak tahan hingga koma. Dua minggu sebelum papa meninggal, beliau sering mengeluh pusing, vertigo. Hingga hari minggu 26 Mei 2013 itu fisik papa terlihat sangat lemah sekali. Setelah maghrib beliau dibawa ke RS Kariadi. Biasanya kalo mau ke rumah sakit, papa jalan dan masuk mobil sendiri, tapi yang terakhir kemarin papa dibopong 3 orang, termasuk tetangga dan kakak saya. Keluarga saya ikut mengantar ke RS tapi saya disuruh untuk jaga rumah. Sampai malam, mama ngabarin kalo papa lagi di city scan dan diambil darahnya. Papa masih kuat mengikuti pemeriksaan dan baru jam 1 malam diperbolehkan istirahat di kamar RS. Saya lega dan bisa tidur pulas. Paginya saya bangun dan sholat subuh. Di saat berdoa, saya mencium wangi parfum papa sebanyak 2x. Saya tersenyum dan membayangkan papa bersiap untuk sholat jumat, karena papa pakai parfum ketika hendak sholat jumat saja. Kemudian saya melanjutkan untuk mendoakan papa tanpa berpikir macam-macam. Setelah itu, saya berniat melanjutkan mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan hari selasa. Namun di tengah-tengah mengerjakan tugas kuliah, mama memberi kabar kalau papa sudah tidak sadar. Pikiran saya kalut, tugas kuliah saya tinggal, lalu bersiap-siap menyusul ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit, papa benar-benar tidak sadar. Saya bisikkan ke telinga papa, “pa, ini sela.. papa cepet sembuh ya..”. Saya cium kedua pipi papa. Tapi papa tidak merespon sama sekali. Setelah sholat dhuhur, saya bacakan surat ar-rahman sambil memegang tangan papa. Lagi-lagi papa tidak merespon. Papa baru merespon saat disuntik oleh perawat. Tangan papa gerak seperti kesakitan. Tapi saya senang ada respon gerakan dari papa. Sekitar jam 2 siang, perawat memberi papa minum susu lewat selang. Setengah jam kemudian, papa muntah. Anehnya, muntahan yang keluar bukan warna putih seperti susu tapi hijau dan baunya seperti jamu. Saya agak jengkel sama perawat karena memberikan susu yang bikin papa muntah. Sorenya, saya minta perawat untuk memandikan papa karena seharian belum ganti baju. Setelah mandi, papa belum juga bangun. Alat pantau papa bunyi, kata perawat alatnya sedikit eror karena ada satu item yang tidak terdeteksi. Namun sekitar jam setengah 5 sore, detak jantung papa melebihi batas normal. Saya menyentuh dada papa dan merasakan kencangnya detak jantung papa. Bahkan saya sempat godain papa, "papa habis lari-lari ya,, kok deg2an?" ujar saya sambil tersenyum. Tapi beberapa menit kemudian detak jantungnya lemah, di layar terlihat hampir garis lurus. Ya Allah... saya lari dan mulai membisikkan kalimat Allah ke telinga papa. Allahuakbar.... Lailahailallah... Astaugfirullahaladzim... Subhanallah... begitu seterusnya. Bahkan saya terus membisikkan itu saat di layar hanya terlihat garis lurus saja. Saya berharap detak jantung papa kembali berdenyut. Tapi ternyata tidak. Mama bilang, “papa sudah kondur dek..”. Saya langsung memeluk mama yang hampir pingsan. Di situ hanya ada saya, mama, mbak unik (temen mama), dan teman voli papa. Saya mencoba kuat dan telepon keluarga saya kalo papa sudah tidak ada. Saya juga dimintai persetujuan sebanyak 3x untuk melakukan tindakan pacu jantung pada papa. Setelah saya diminta persetujuan ketiga, saya bilang, “sudah.. ini tindakan terakhir!”. Saya nggak tega papa terus2an dipacu. Saya duduk di koridor sambil terus ngabarin keluarga dan tetangga. Keluarga dan tetangga yang awalnya datang membesuk, saya kabarin berita duka itu. Mereka semua kaget dan mulai membantu mempersiapkan semuanya. Saya baru ingat ternyata saya masih dalam keadaan berpuasa padahal itu sudah masuk waktu magrib. Ternyata saya masih kuat berpuasa dengan keadaan genting seperti itu. Saya bangga bisa membacakan ayat al-quran dalam keadaan berpuasa saat papa masih koma dan membisikkan kalimat Allah di telinga kanan saat detik-detik terakhir papa. Saya baru sadar, ini toh alasan papa ngotot menyekolahkan saya dari TK sampai SMP di sekolah islam, berapapun biayanya. Kemudian saya ikut memandikan papa, membedaki papa, menyolati hingga mengantarkan papa ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Kematian memang rahasia Allah. Ternyata bau wangi parfum papa saat sholat subuh itu pertanda beliau pamit.. pertanda sebenarnya beliau sudah ada di depan saya. Dan mimpi-mimpi saya tentang kepergian papa memang benar-benar terjadi. Saya jadi ingat, tanggal 21 Mei 2013 sebelum kepergian papa, saya sms : “pa, cepet sembuh ya.. Sela doain dari sini. Jangan kebanyakan pikiran ya pa.. istirahat yang cukup. Sela sayang papa.” Dan papa balasin, “iya terima kasih, semoga terkabul.” Lalu saya menyadari, itu sms terakhir dari papa. Sekarang saya cuma bisa ketemu papa lewat mimpi. Setiap mimpi ketemu papa, papa terlihat sehat, segar dan selalu tersenyum. Bahkan saat saya demam sampai menggigil kedinginan sendirian di kos tengah malam, saya mimpi ketemu beliau. Papa cuma bilang, "udah gapapa dek..sebentar lagi sembuh kok."kata papa sambil tersenyum. setelah itu saya langsung terbangun dan pegang dahi saya ternyata sudah turun demamnya dan tidak menggigil lagi. Hhmm, ternyata papa masih memantau anaknya dari sana. hehehee... :). Untuk Papa Djoko Purwanto bin Noeriman, semoga diampuni segala dosanya, dilapangkan kuburnya, diberi tempat terbaik di sisi Allah bersama orang-orang yang beriman, serta diberi kebahagiaan di alam kubur maupun akhirat kelak. Sela selalu berdoa untuk papa...Tenang di sana ya pa...

Sabtu, 13 Juli 2013

Innalilahi Papa....

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 21.43 0 komentar
Belum kuat untuk menulis ungkapan hati, namun ada tulisan mama saya di salah satu sosial media yang mewakili ungkapan hati saya... Berikut tulisan beliau... Baru bisa nulis sesuatu : Senin 27 mei 2013 jam 4 sore setelah kau selesai mandi dan dibersihin... wangi, ternyata 30' kemudian ada sesuatu yang kau muntahkan, dan memang itu artinya kotoran yang seharusnya kau keluarkan Papa... agar dalam perjalananmu menuju tempat yang 'INDAH' menjadi bersih dari kotoran dan dosa... Setelah itu Allah memerintahkan kepada malaikat Izroil... jalan itu pelan-pelan... mulai dari kaki kemudian tangan, dn hilanglah sebagian angka di monitor... setelah itu tekanan darah menjadi tinggi dan alat monitor berbunyi terus dan terus... tut.. tut... tut, kupanggil suster dan suster serta dokter mendampingi papaku, namun aku tetap disampingmu... ditelingamu slalu kubisikkan kalimat2 toyyibah subhanallah.. alhamdulillah la ila haillallah..allahu akbar... terus dan terus Allah...Allah.... setelah itu selesailah tugas Izroil membawa Ruhmu.... dengan tanda di denyut janung monitor bergaris luruuussssssss Innalillahi Wainna ilaihi rojiun... Almarhum Bapak Djoko Purwanto bin Noeriman telah berpulang ke Rahmatullah, dengan Khusnul Khotimah.... Selamat jalan suamiku... papanya Adith dan Sella serta eyang kakungnya Alifa dan Zidni, semoga di surga nanti kita bisa bertemu kembali dan REUNI,amiinnn... dan kini air mata kembali menetes saat kutulis status ini, terkadang ujian terasa berat hingga diri ini tertunduk dan menangis.... tapi bila direnungkan kembali mungkin air mata ini hadir karena DIA mau menjahit kembali iman yang kian terkoyak, untuk bisa bersyukur..... MENGAPA TERASA SETELAH ADA YANG HILANG.... kETAHUILAH : Hidup adalah untuk mencari bekal.... hanya bersyukur... ikhlas dan selalu Istiqomah, itu saja !! ---------------------------------------------------------------------------- Ramadhan tahun ini : 1434 H tanpamu papa.... Namun diri ini telah siap dan tetap melayani anak-anak... untuk Saur dan Buka Puasa, untuk anak-anakku yang soleh dan solekhah doamu selalu ditunggu.....

Senin, 21 Januari 2013

I love you, dad....

Diposting oleh Ira Fisela Dewanti di 05.45 1 komentar
Kadang nggak adil juga ya, ada hari ibu tapi kenapa nggak ada hari ayah. Padahal ayah juga sama berkorbannya dengan ibu saat membesarkan kita. Ayah yang bekerja keras buat memberikan yang terbaik untuk anaknya. Sama seperti ayah saya yang biasa saya panggil dengan sebutan papa. Akhir-akhir ini saya jadi sering mikir dan merenung betapa besar pengorbanan papa yang diberikan untuk saya. Flashback ke jaman kecil saya dulu. Papa orang yang berjasa bagi kehidupan saya. Papa selalu mengantar saya kemanapun. Dari TK sampai SMA kelas 1, papa selalu mengantar saya ke sekolah. Walaupun kadang saya ikut antar jemput sekolah. Belum lagi kalo ada kegiatan outing atau hangout bareng temen-temen, selalu papa yang ngantar. Kalaupun papa nggak bisa, ada supir yang siap mengantar kemanapun bahkan ke luar kota. Tapi sekarang keadaannya terbalik. Papa sudah tidak bisa nyetir kemana-mana kayak dulu lagi karena harus jaga kesehatan nggak boleh kecapekan. Alhasil anaknya lah yang gantian mengantar kemana-mana. Sebisa mungkin saya dan kakak laki-laki saya menyempatkan untuk mengantar papa, sebagai salah satu bentuk balas jasa anak kepada orang tuanya. Dulu waktu saya kelas 3 sampai 5 SD, hampir setiap minggu, saya dikirim sekolah untuk ikut lomba gambar. Papa nggak pernah absen mengantar saya lomba setiap minggunya. Dengan sabar mengantar, membelikan semua perlengkapan gambar yang tergolong nggak murah (spidol lukis jaman dulu Rp 10.000 per buah), menunggu hingga pengumuman lomba usai dan menenangkan saya kalo saya tidak menang lomba. Saya jadi geli sendiri kalo ingat ruang tamu rumah yang penuh lukisan gambar saya yang dipigura papa, padahal ada gambar jelek yang nggak selesai diwarnai dan tak layak pasang. Tapi saya salut, papa tetap menghargai karya anaknya bagaimanapun bentuknya. Nggak hanya gambar yang dipigura, tapi puisi dan cerpenpun ikut dipigura. Padahal nih, puisi sama cerpennya datar banget, polos seperti pikiran anak SD jaman dulu. Tapi itulah papa.. menghargai tanpa memilih. Waktu kecil saya nggak pernah diam dan selalu bertanya hal-hal yang menarik perhatian saya di sepanjang perjalanan, dan papa dengan sabar menjawab satu-per-satu pertanyaan yang saya ajukan. Bahkan saat perjalanan ke luar kota sekalipun. Seakan papa nggak pernah lelah menjawab pertanyaan anaknya yang mungkin terkesan nggak penting. Tapi sekarang, saya malah yang kadang lelah menjawab pertanyaan papa, males-malesan bales sms papa. Kalau inget gimana papa dulu ke saya jadi nggak pengen ngulangin sikap itu lagi. Maafin Sela ya pa.. Saya bangga dengan papa walaupun sekarang sudah pensiun. Paling tidak beliau menjalankan amanah terbaik selama menjabat dan tidak terlibat korupsi. Proyek yang dijalankan papa selalu on track dan tidak dimanipulasi, mungkin berbeda dengan rekan papa sesama pejabat dalam menjalankan program-programnya. Rezeki yang halal untuk keluarga selalu diutamakan. Papa mengajarkan kepada keluarganya untuk hidup sederhana. Menerima apa yang diberikan Allah dengan ikhlas. Papa memang dulu jarang memarahi saya. Papa tidak banyak ngomong, tapi sekalinya ngomong langsung mengena. Saya ingat pertama kali papa marah besar saat saya kuliah semester 1. Waktu itu keponakan saya memecahkan sunglasses kesayangan saya. Saya mendiamkan orang serumah selama 2 hari. Dan kagetnya, papa sms menyuruh saya untuk mengubah sikap saya karena papa tidak pernah mengajarkan itu kepada saya. Itu pertama kalinya papa menegur saya lewat sms dan bikin saya sadar kalau sikap saya itu salah besar. Ternyata papa menjalankan perannya untuk menjaga suasana keluarga menjadi kondusif. Ada peristiwa dimana saya merasa terpukul saat papa kena serangan stroke yang pertama kali. Saat itu saya kelas 1 SMA. Selain saya harus mandiri ke sekolah, saya dituntut untuk bisa semuanya sendiri. Ada hal-hal yang hilang sejak papa sakit. Kami sekeluarga tidak bisa lagi pergi ke mall setiap minggu, atau pergi ke luar kota untuk piknik bersama. Terkadang kami terpaksa meninggalkan papa sendiri di rumah saat kami ada acara ke luar kota. Ataupun kami lebih memilih malam minggu di rumah sekedar ngobrol atau nonton tv. Dalam hal makanan pun, kami berubah. Kami sekeluarga mulai makan dengan menu sehat seperti mengurangi gorengan, lebih banyak makanan yang direbus atau dikukus, makanan tanpa MSG dan garam. Rasanya jangan ditanya. Hambar kayak makanan rumah sakit. Tapi setelah bertahun-tahun mengkonsumsi menu sehat sekarang jadi terbiasa. Bahkan kalau saya makan di luar, rasanya nikmat banget dibanding makanan rumah. Heheehe. Terkadang saya iri dengan teman-teman saya yang papanya masih bisa diajak jalan-jalan atau bisa diandalkan dalam hal apapun. Tapi saya masih bersyukur dengan keadaan papa sekarang. Saya masih diberi kesempatan untuk bertemu papa, berbeda dengan beberapa teman saya yang sudah tidak punya papa. Saya masih diberi kesempatan untuk lebih berbakti dibanding yang lainnya.
Bersyukurlah teman-teman yang masih punya papa yang sehat dan energik. Namun suatu saat ada masanya dimana beliau hanya di rumah menunggu anak-anak dan cucunya mengunjungi beliau… Buat Papa Sela yang super, tetap sehat ya Pa… biar bisa nemenin Sela wisuda lagi, trus bisa jadi wali nikah Sela juga kelak dan masih bisa liat cucu-cucu papa yang tambah banyak. Sela akan berusaha buat bangga dan senang di masa tua papa.. I love you dad, forever..
 

Fisela Dewanti Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review